Dilan
Pagi ini Thalia berangkat ke sekolahnya, lagi-lagi diantar sang ayah, namun kali ini memakai motor.
“Ayah kenapa sih anterin Thalia mulu, kan sekolah Thalia deket aja yah.” Ucap Thalia kepada ayahnya setelah menyalim tangan ayah nya.
“Ayah cuma nggak mau kamu kenapa-kenapa di jalan, kan kamu anak ayah satu-satunya, kamu harta ayah sama bunda yang paling berharga, makanya ayah jaga terus.” ucap ayah kepada Thalia dengan senyum.
Rasa-rasanya Thalia ingin menangis saja, ayah Thalia benar-benar membuatnya merasa bersyukur memiliki ayah seperti dia.
Thalia sangat menyayangi ayah dan bunda nya itu, hanya mereka yang Thalia punya selain Jeno atau nono, sahabat dekat Thalia.
“Thalia sayang ayah.” ucap Thalia spontan.
Ayah Thalia tersenyum lebar, senyum yang sangat tulus. “iya ayah juga sayang banget sama Thalia.” ucapnya dengan tulus.
Semoga saja, Thalia tetap didekatkan dengan mereka, semoga saja Thalia bisa melihat mereka sampai Thalia tua nanti.
Pelajaran sudah dimulai sedari tadi, tapi lelaki yang duduk disamping Thalia ini masih saja berada di dunia mimpinya.
“Thalia Adhisti, coba kamu bangunan Aksara.” ucap pak guru.
“iya pak” jawab Thalia.
Thalia lalu memanggil kecil nama Aksara guna membangunkannya, tapi hasilnya nihil, Aksara ternyata masih terlalu nyaman dengan dunianya.
“Aksara bangun!” ucap Thalia sambil menggoyangkan tubuh Aksara.
“paan sih, gua ngantuk ini.” ucap Aksara masih setengah sadar.
“Aksara, kamu jangan mentang-mentang pintar bisa seenaknya tidur didalam kelas ya!” kata pak guru dengan nada yang tinggi.
“maaf pak.” jawab Aksara tak ikhlas.
Sudah setengah jam sejak kejadian tadi, Aksara pun sudah tidak tidur dan mendengarkan pak guru didepan.
Sesekali, Aksara melirik Thalia, entahlah rasanya sejuk saat melihat wajah Thalia. Tanpa sadar, bibir Aksara melengkung menunjukkan senyum manisnya itu.
“lo bukan Dilan, nggak usah sok-sokan ngedrama.” ujar Thalia menyadari Aksara yang memandang nya.
“emang gua harus jadi Dilan dulu baru bisa mandangin lo?” tanya Aksara.
“mau gimanapun, lo nggak bisa jadi Dilan, udah deh!” ucap Thalia lelah dengan Aksara.
“cantik.” ucap Aksara yang membuat Thalia kaget.
“lo cantik, makanya gua tatap terus, lagian muka lo itu ngademin nggak tau kenapa.” ucap Aksara lagi yang membuat Thalia menjadi salah tingkah.
Demi Tuhan pipi Thalia saat ini menjadi merah!
“gua emang nggak bisa jadi Dilan, karna Dilan buat Milea. Gua bisanya jadi Aksara, karna Aksara buat Thalia.” kata Aksara lagi.
“AKSARA DIEM NGGAK?!” teriak Thalia tidak tahan dengan gombalan Aksara. Aksara tertawa lepas mendengar teriakan Thalia.
Tanpa sadar, semua orang menatap mereka, termasuk pak guru.
“THALIA DAN AKSARA LARI DI LAPANGAN 20 KALI!” ucap pak guru dengan nada tingginya.
akhirnya mereka harus keluar dan lari di lapangan SMA Neo yang sebesar stadion GBK, ah tidak-tidak itu terlalu besar.
“Aksara lo bener-bener ya!” ucap Thalia. Kini kemarahan Thalia naik 1 oktaf, habis sudah kesabaran perempuan muda itu.
“ya maaf, itung-itung bisa keluar kelas, males gua didalem.” ucap Aksara.
“lo kalau mau bolos jangan bawa-bawa gue Aksaaa.” Thalia sangat geram terhadap Aksara sekarang.
“gua anak baik-baik, nggak suka bolos.” kata Aksara membela diri.
“iyain biar fast “ ucap Thalia pasrah.
“kalau gue sesak awas aja ya lo!” kata Thalia membuat Aksara berhenti berlari dan menoleh ke arah Thalia.
“lo asma?” tanya Aksa.
“iya gue asma sejak kelas 1 SMP” pengakuan Thalia membuat Aksara menjadi kasihan kepadanya.
Aksara kemudian mengambil handphone nya dan mulai mengetik sesuatu. Selagi itu, Thalia tetap berlari kedepan.
Beberapa menit kemudian, Shena datang dan memanggil Thalia untuk masuk kedalam kelas kembali.
“Loh Shen tapi kan gue belum selesai.” ucap Thalia.
“udah nggak apa-apa kok, pak guru udah nyuruh lo masuk.” ucap Shena membuat Thalia berlari kearahnya kegirangan.
“yeay akhirnya gue bebas juga. Makasi ya Tuhan.” ucap Thalia seperti telah menang giveaway saja.
Aksara tertawa kecil melihat tingkah lucu dan kekanak-kanakan dari Thalia.
“bye gue deluan” ucap Thalia mengejek Aksara.
-Aksara